Selasa, 09 Oktober 2007
Senin, 08 Oktober 2007
Minggu, 07 Oktober 2007
* Sebagai Pujangga *
Jangan minta padaku bintang diatas sana
karena aku kerdil untuk menggapainya
Mintalah padaku kemilaunya
Maka hatiku yang bercahaya akan menjadi-persembahanku untukmu
Hatiku bukan bintang, dewa
Tapi ia terang seperti dirinya
Lupakan memohon gunung, sayang
Karena aku lemah untuk memanggulnnya
Mohonkan cinta padaku
Maka merapi hanyalah seonggok bukit kecil
Bagi kasih yang kan kutitipkan padamu
Hatiku bukan gunung, Dewa
Tapi ia agung seperti dirinya
Pangeran dalam sukmaku
Mintalah aksara padaku
Dan izinkan aku abadi sebagai pujangga
bagi hatimu...
^_^ Andai Malam Mati ^_^
Aku benci jika senja telah mengucap salam
Dan malam dengan mengetuk hati
"oiii... aku datang" ,ucapnya lantang
"tak dapatkah kau lelap, malam? aku datang atas hadirmu!" ,aku berseru
Malam, kau datang hanya membawa luka
Kau adalah saat yang mengantarku terplanting dalam imaji tentang pria
Tersungkur diatas fatomorgana menyakitkan tentang cinta
Malam, enyahlah!
Karena didalammu ada dia
Bagai hantu yang menari-nari didepan mataku
Ia mencibir atas taklukku
Ia membuat kerinduan bagai tali yang menjerat tenggorokkanku
Kerinduan yang menjadikanku lemah bagai cacing tanah!
Wujudkan sebilah belati padaku, Tuhan
Hunuskan sebatang pedang untukku
Dan andai bisa kubunuh hadirmu
Malam,
Kumohon matilah!
Dan malam dengan mengetuk hati
"oiii... aku datang" ,ucapnya lantang
"tak dapatkah kau lelap, malam? aku datang atas hadirmu!" ,aku berseru
Malam, kau datang hanya membawa luka
Kau adalah saat yang mengantarku terplanting dalam imaji tentang pria
Tersungkur diatas fatomorgana menyakitkan tentang cinta
Malam, enyahlah!
Karena didalammu ada dia
Bagai hantu yang menari-nari didepan mataku
Ia mencibir atas taklukku
Ia membuat kerinduan bagai tali yang menjerat tenggorokkanku
Kerinduan yang menjadikanku lemah bagai cacing tanah!
Wujudkan sebilah belati padaku, Tuhan
Hunuskan sebatang pedang untukku
Dan andai bisa kubunuh hadirmu
Malam,
Kumohon matilah!
^," BulanMu = CiNta ^,"
Kata TuHaN:
Coba lihat keatas sana
Disana Ku-ciptakan bulan untukMu
Pandang dia dengan cintaMu
Bayangkan dia dalam rengkuh kasihMu
Sayangi dia bagai dia adalah hatiMu
Berterima kasihlah pada-Ku setelahnya
Aku berkata:
Ampunkan aku- Tuhan
Tapi bulan-Mu tak bermata indah seperti cinta
Bulan-Mu tak berbibir penuh seperti cinta
Bulan-Mu tak berlesung pipit seperti cinta
Bulan-Mu tak manja seperti cinta
Anugerahkan Bulan-Mu dengan segala apa yang dimiliki cinta
Maka akan aku sayang bulan-Mu bagaiku menyayangi cinta
Dan akan ku bingkai bulan-Mu dalam malamku
Agar kupandang saat-saat rindu datang
Dan malamku pun tak lagi sendiri
Coba lihat keatas sana
Disana Ku-ciptakan bulan untukMu
Pandang dia dengan cintaMu
Bayangkan dia dalam rengkuh kasihMu
Sayangi dia bagai dia adalah hatiMu
Berterima kasihlah pada-Ku setelahnya
Aku berkata:
Ampunkan aku- Tuhan
Tapi bulan-Mu tak bermata indah seperti cinta
Bulan-Mu tak berbibir penuh seperti cinta
Bulan-Mu tak berlesung pipit seperti cinta
Bulan-Mu tak manja seperti cinta
Anugerahkan Bulan-Mu dengan segala apa yang dimiliki cinta
Maka akan aku sayang bulan-Mu bagaiku menyayangi cinta
Dan akan ku bingkai bulan-Mu dalam malamku
Agar kupandang saat-saat rindu datang
Dan malamku pun tak lagi sendiri
Selasa, 02 Oktober 2007
*Tak TerJawab*
Tak ada suara terlaontardari mulutku
Bunyi tercekat mati dalam tenggorokkan
Lalu diam
Aku nggak bicara lagi
Tak ada detak terasa didadaku
Darah tersumbat diam dalam jantung
Lalu mati
Aku tak mencinta lagi
Itu keinginan...?
Itu dendam...?
Itu Murka...?
Bukan...!
Itu asa yang membusuk
Berkarat dalam perjalanan
Meranggas dan mencekik keinginan untuk menjadi pecinta
Kenapa...?
Terasa menjijikkan dunia...?
Tak ada bunga yang bisa tumbuh...?
Ooo... ada... ada...
Tapi aku buta - aku tuli
Aku tak tahu masa -entah kapan lagi
Terpekur lag iaku dalam penantian
Satu pertanyaan tersisa
Bila...?
Bunyi tercekat mati dalam tenggorokkan
Lalu diam
Aku nggak bicara lagi
Tak ada detak terasa didadaku
Darah tersumbat diam dalam jantung
Lalu mati
Aku tak mencinta lagi
Itu keinginan...?
Itu dendam...?
Itu Murka...?
Bukan...!
Itu asa yang membusuk
Berkarat dalam perjalanan
Meranggas dan mencekik keinginan untuk menjadi pecinta
Kenapa...?
Terasa menjijikkan dunia...?
Tak ada bunga yang bisa tumbuh...?
Ooo... ada... ada...
Tapi aku buta - aku tuli
Aku tak tahu masa -entah kapan lagi
Terpekur lag iaku dalam penantian
Satu pertanyaan tersisa
Bila...?
Saat - Saat Mencinta
Saat mencinta aku melukis
Aku punya kanvas
Tapi ia telanjang -tak bergurat makna
Kau adalah warna
Kau memberi pelangi diatas putihnya
Kini gambarnya punya wajah
Saat mencinta aku menyanyi
Aku punya suara
Tapi ia bisu -tak terdengar kata
Kau adalah lagu
Kau memberi nada dalam hidup
Kini hening telah tiada
Tapi jiwaku kecut, cinta...
Hatiku mengkerut
Aku tak lagi melukis -tak lagi bernyanyi
Karena kau hanya sesaat
Kau menguap bersama embun
Esok kau tak kan datang lagi memberi warna -memberi irama
Esok kanvasku kembali telanjang...
Esok tak lagi bernada...
Aku punya kanvas
Tapi ia telanjang -tak bergurat makna
Kau adalah warna
Kau memberi pelangi diatas putihnya
Kini gambarnya punya wajah
Saat mencinta aku menyanyi
Aku punya suara
Tapi ia bisu -tak terdengar kata
Kau adalah lagu
Kau memberi nada dalam hidup
Kini hening telah tiada
Tapi jiwaku kecut, cinta...
Hatiku mengkerut
Aku tak lagi melukis -tak lagi bernyanyi
Karena kau hanya sesaat
Kau menguap bersama embun
Esok kau tak kan datang lagi memberi warna -memberi irama
Esok kanvasku kembali telanjang...
Esok tak lagi bernada...
Senin, 01 Oktober 2007
SEBUAH HARAPAN DARI LAUT
SEBUAH HARAPAN DARI LAUT
Rasanya jauh
Tapi detaknya dekat
Ada disini
Dimana jariku dapat menggapai
Aku ini nelayan
Aku ini ikan
Tempatku dipalung dasar laut
Sedangkan kau camar, sayang
Istanamu dibalik awan
Terlalu jauh untuk merengkuhmu
Aku cuma mangsamu
Beri aku sayap
Dan aku akan tebang mendekatmu
Tapi kau pasti letih
Terbangmu pun semakin rendah
Kau akan jatuh kelaut
Saat itu mungkin aku akan membawamu kepalung terdalam
Tempat dimana kau tak kan ternbang lagi
Lalu laut pun tak lagi marah – ia nyaman
Karena kini ada dewi yang merawatnya.
Rasanya jauh
Tapi detaknya dekat
Ada disini
Dimana jariku dapat menggapai
Aku ini nelayan
Aku ini ikan
Tempatku dipalung dasar laut
Sedangkan kau camar, sayang
Istanamu dibalik awan
Terlalu jauh untuk merengkuhmu
Aku cuma mangsamu
Beri aku sayap
Dan aku akan tebang mendekatmu
Tapi kau pasti letih
Terbangmu pun semakin rendah
Kau akan jatuh kelaut
Saat itu mungkin aku akan membawamu kepalung terdalam
Tempat dimana kau tak kan ternbang lagi
Lalu laut pun tak lagi marah – ia nyaman
Karena kini ada dewi yang merawatnya.
SERANGGA DAN BUNGA
SERANGGA DAN BUNGA
SEBUAH EPISODE…
Episode 1: “ Kerinduan “
Harummu melintas diperbedaan ruang dimensi dan massa
Hempaskan selembar tipis kelopak segar dalam nyata
-tergantung dialam mimpi
Dingin, lembut dan basah oleh embun yang gelisah
Menanti pagi berganti masa
Semarak dan gairah membuncah dalam darah
Membendun cinta yang meraksasa
Akankah kulihat tangkai hijau yang basah dimusim semi?
Mungkinkah kucabut dari akarnya
Yang menusuk jauh keperut alam?
Tunggu ya… janji hatinya.
Episode 2: “ Harapan I “
Kembali serangga dengungkan dua kepak halus sayapnya
Berharap angin bermurah hati membawa pesan hati gundah
Hingga bunga tahu dan berharap bagi pasangan jiwanya
Menempatkan dalam celah hangat sari yang menjulang
-menantang seribu lebah disekitarnya
Episode 3: “ Kecemasan Awal “
Kau memang indah, bunga
Dan mencintai sosokmu bagaikan
Mencintai sebaik – baiknya keindahan
Tapi sayapku masih terlalu lemah untuk menyeberangi benua
Benua dimana kamu membenam dan berakar
Dalam kepungan seribu lebah
Berbaju jirah dengan mahkota
Mustahil… mustahil kutaklukkan mereka
Saat sayapku masih tak cukup kuat
Mengangkat tubuh keudara
Episode 4: “ Penghiburan “
Dan saat kujemput selembar kelopak yang datang diantar angin
Kucium dan kuletakkan dalam pelukan daun – daun hijau bersahaja
Dalam rengkuhan waktu yang terasa lama
Kini serangga pun tersadar
Ternyata memiliki sehelai kelopakmu bagai
Telah menikahi segenap bentuk bungamu
Walu bukan tangkaimu yang terbaring
Dalam sarang tanpa alas sutra
Satu kelopakmu, bunga, sudah memenuhi sepnajang
Selatan dan utara tubuhku
Episode 5: “ Kecemasan Dua “
Dan kebanggan memuncak bagai raja tanpa istana
Dalam mahkota ranting kering layu
Sampai kapan, bunga…?
Akankah lebih lanjut dari waktu…?
Atau memudar cepat bagai gerhana…?
Episode 6: “ Keingintahuan “
Sering kekonyolan melintas dalam benak seranga
Seperti, … mungkin dewa salah menembakkan mata panahnya
Atau malaikat keliru menitipkan jiwa penuh cinta pada kita
Tubuh halus serangga terhimpit ratusan kali pertanyaan dan tak cukup kuat terbang mengetuk pintu syurga dan bertanya pada pencipta : “Kenapa bukan salah satu dari seribu lebih yang mengitarinya…?”
Bunga… kamu tahu jawabannya?
Episode 7: “ Sebuah Nasehat “
Sekilas kau tampak kokoh tumbuh dicengkraman
Batu karan pinggir laut
Tapi bunga, jangan kau tantang alam –jangan kau tepis siang
Alam tak selalu ramah
Bahkan pada bunga yang tumbuh ditaman syurga
Bunga, tunduklah saat dewa ingin menyentuhmu –dan
Sebagai yang diciptakan, kau telah sempurna, sayang…
Episode 8: “ Sebuah Rasa Syukur I “
Kau anugerah yang menyadarkan aku masih punya cinta
Setelah sekian musim berdua tanpa rasa –tanpa gairah
Sehelai kelopakmu telah merubah semua
Rasanya sejuta tahun pengabdianku pada alam masih belum cukup untuk membayar sehelei kelopakmu
Mungkin ini yang terindah
Dan terasa aku mampu mengguratkan kata sepanjang
Lingkar bumi seporos langit
Episode 9: “ Harapan II “
Aku ingin tahu hatimu
Aku ingin mengalami mimpimu
Setiap waktu peraduan datang
Apa yang kau mimpikan, sayang…?
Dan adalah suatu keajaiban
Bila kau juga bermimpi
Yang sama dengan mimpiku
Serangga termenung dalam dan mulai menghitung suara tokek dikejauhan rongga malam
Mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mung….
Bunyinya terus memekakkan jiwa
Sampai saat peri tidur turun dan mengetukkan tongkatnya
Namun dalam lelappun suara itu terus menghitung
Mungkin… tidak… mungkin… tidak…
Episode 10: “ Harapan III “
Jago bergeliat dan merentangkan sayap kekarnya
Tugas memanggil –jerit kokok meluncur dari kerongkongan –membangunkan matahari yang masih pulas
Pagi sudah datang
Semakin dekat hari untuk menemui dan memandang lekat paras bunga
Sebuah harapan baru…?
Tapi kekuatan itu masih sama…!
Ah, pagi yang sama saja…
Tapi aneh,… kenapa serangga kecil itu merasakan tubuh kecilnya semakin sempit oleh desakkan rasa kasihnya pada bunga yang semakin menggunung dari pagi kepagi?
Pernahkah ada satu pagi dimana aku tidak mengingatnya…?
Serangga bergegas terbang rendah dan tak ingin enjawab
Ia sudah tahu jawabannya –pasti tidak mungkin pernah
Bunga bagai sosok peri pagi yang selalu membangunkannya
Dan jauh dikedalaman asanya, serangga ingin bunga
Menjadi satu bentuk penciptaan Tuhan yang pertama yang ingin dipandangnya setiap saat terjaga dari lelap.
Episode 11: “ Rayuan “
Bisikkan kelaut seberapa luas cintamu, sayang…
Dan akan kuteriakkan pada samudra:
“ aku mencintaimu 2 sampai 3 kali lebih luas dari apa yang kau bisikkanm pada laut. “
Episode 12: “ Sebuah Rasa Syukur II “
Sebait tulisan tergurat pada sebatang pohon tua tak berdaun saat serangga terbang melintas
Berbaris rasa syukur pada dewa
Atas hitam putih pemberian-Nya
“ you are worth as the bless of god as my most precious gift for a very long journey of patience after and during my lift faylures and disappointments.”
Bunga, hanya dengan menghadirkanmu dalam benakku,
Aku merasa mampu terbang perkasa mengarungi tujuh benua walau kenyataannya aku hanya masih mampu terbang tujuh jengkal dari permukaan tanah !
Episode 13: “ Harapan IV “
Kamu energi bagi bumi –motivasi untuk semesta
Semoga kau tak terinspirasi untuk mengubahnya
Seluruh kebanggaan tercurah padamu dan kau tak harus membuktikan apapun kepada dunia. Semua yang terpancar dari liuk tangkai dan indah kelopakmu telah menunjukkan semua. Sebab yang telah memekarkan kekagumanku menjadi kasih tak terukur. Bahkan kau harus berkata apapun untuk bagiku bisa mencintai kamu. Dalam diammu pin, kau sudah teramat indah untuk diacuhkan.
Episode 14: “ Harapan V “
Bunga, seandainya aku bisa terbang mendekapmu pada saat matahari perkasa memanggang bumi –bukan pada saat bulan bersembunyi kecut dibalik awan gelap…
Aku sungguh menantikan saat sayapku cukup tangguh berselimut jirah bertahta mahkota. Dan pada saat itu aku terbang pada siang hari…
Semoga waktu tak selama penantian…
SEBUAH EPISODE…
Episode 1: “ Kerinduan “
Harummu melintas diperbedaan ruang dimensi dan massa
Hempaskan selembar tipis kelopak segar dalam nyata
-tergantung dialam mimpi
Dingin, lembut dan basah oleh embun yang gelisah
Menanti pagi berganti masa
Semarak dan gairah membuncah dalam darah
Membendun cinta yang meraksasa
Akankah kulihat tangkai hijau yang basah dimusim semi?
Mungkinkah kucabut dari akarnya
Yang menusuk jauh keperut alam?
Tunggu ya… janji hatinya.
Episode 2: “ Harapan I “
Kembali serangga dengungkan dua kepak halus sayapnya
Berharap angin bermurah hati membawa pesan hati gundah
Hingga bunga tahu dan berharap bagi pasangan jiwanya
Menempatkan dalam celah hangat sari yang menjulang
-menantang seribu lebah disekitarnya
Episode 3: “ Kecemasan Awal “
Kau memang indah, bunga
Dan mencintai sosokmu bagaikan
Mencintai sebaik – baiknya keindahan
Tapi sayapku masih terlalu lemah untuk menyeberangi benua
Benua dimana kamu membenam dan berakar
Dalam kepungan seribu lebah
Berbaju jirah dengan mahkota
Mustahil… mustahil kutaklukkan mereka
Saat sayapku masih tak cukup kuat
Mengangkat tubuh keudara
Episode 4: “ Penghiburan “
Dan saat kujemput selembar kelopak yang datang diantar angin
Kucium dan kuletakkan dalam pelukan daun – daun hijau bersahaja
Dalam rengkuhan waktu yang terasa lama
Kini serangga pun tersadar
Ternyata memiliki sehelai kelopakmu bagai
Telah menikahi segenap bentuk bungamu
Walu bukan tangkaimu yang terbaring
Dalam sarang tanpa alas sutra
Satu kelopakmu, bunga, sudah memenuhi sepnajang
Selatan dan utara tubuhku
Episode 5: “ Kecemasan Dua “
Dan kebanggan memuncak bagai raja tanpa istana
Dalam mahkota ranting kering layu
Sampai kapan, bunga…?
Akankah lebih lanjut dari waktu…?
Atau memudar cepat bagai gerhana…?
Episode 6: “ Keingintahuan “
Sering kekonyolan melintas dalam benak seranga
Seperti, … mungkin dewa salah menembakkan mata panahnya
Atau malaikat keliru menitipkan jiwa penuh cinta pada kita
Tubuh halus serangga terhimpit ratusan kali pertanyaan dan tak cukup kuat terbang mengetuk pintu syurga dan bertanya pada pencipta : “Kenapa bukan salah satu dari seribu lebih yang mengitarinya…?”
Bunga… kamu tahu jawabannya?
Episode 7: “ Sebuah Nasehat “
Sekilas kau tampak kokoh tumbuh dicengkraman
Batu karan pinggir laut
Tapi bunga, jangan kau tantang alam –jangan kau tepis siang
Alam tak selalu ramah
Bahkan pada bunga yang tumbuh ditaman syurga
Bunga, tunduklah saat dewa ingin menyentuhmu –dan
Sebagai yang diciptakan, kau telah sempurna, sayang…
Episode 8: “ Sebuah Rasa Syukur I “
Kau anugerah yang menyadarkan aku masih punya cinta
Setelah sekian musim berdua tanpa rasa –tanpa gairah
Sehelai kelopakmu telah merubah semua
Rasanya sejuta tahun pengabdianku pada alam masih belum cukup untuk membayar sehelei kelopakmu
Mungkin ini yang terindah
Dan terasa aku mampu mengguratkan kata sepanjang
Lingkar bumi seporos langit
Episode 9: “ Harapan II “
Aku ingin tahu hatimu
Aku ingin mengalami mimpimu
Setiap waktu peraduan datang
Apa yang kau mimpikan, sayang…?
Dan adalah suatu keajaiban
Bila kau juga bermimpi
Yang sama dengan mimpiku
Serangga termenung dalam dan mulai menghitung suara tokek dikejauhan rongga malam
Mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mungkin… tidak… mung….
Bunyinya terus memekakkan jiwa
Sampai saat peri tidur turun dan mengetukkan tongkatnya
Namun dalam lelappun suara itu terus menghitung
Mungkin… tidak… mungkin… tidak…
Episode 10: “ Harapan III “
Jago bergeliat dan merentangkan sayap kekarnya
Tugas memanggil –jerit kokok meluncur dari kerongkongan –membangunkan matahari yang masih pulas
Pagi sudah datang
Semakin dekat hari untuk menemui dan memandang lekat paras bunga
Sebuah harapan baru…?
Tapi kekuatan itu masih sama…!
Ah, pagi yang sama saja…
Tapi aneh,… kenapa serangga kecil itu merasakan tubuh kecilnya semakin sempit oleh desakkan rasa kasihnya pada bunga yang semakin menggunung dari pagi kepagi?
Pernahkah ada satu pagi dimana aku tidak mengingatnya…?
Serangga bergegas terbang rendah dan tak ingin enjawab
Ia sudah tahu jawabannya –pasti tidak mungkin pernah
Bunga bagai sosok peri pagi yang selalu membangunkannya
Dan jauh dikedalaman asanya, serangga ingin bunga
Menjadi satu bentuk penciptaan Tuhan yang pertama yang ingin dipandangnya setiap saat terjaga dari lelap.
Episode 11: “ Rayuan “
Bisikkan kelaut seberapa luas cintamu, sayang…
Dan akan kuteriakkan pada samudra:
“ aku mencintaimu 2 sampai 3 kali lebih luas dari apa yang kau bisikkanm pada laut. “
Episode 12: “ Sebuah Rasa Syukur II “
Sebait tulisan tergurat pada sebatang pohon tua tak berdaun saat serangga terbang melintas
Berbaris rasa syukur pada dewa
Atas hitam putih pemberian-Nya
“ you are worth as the bless of god as my most precious gift for a very long journey of patience after and during my lift faylures and disappointments.”
Bunga, hanya dengan menghadirkanmu dalam benakku,
Aku merasa mampu terbang perkasa mengarungi tujuh benua walau kenyataannya aku hanya masih mampu terbang tujuh jengkal dari permukaan tanah !
Episode 13: “ Harapan IV “
Kamu energi bagi bumi –motivasi untuk semesta
Semoga kau tak terinspirasi untuk mengubahnya
Seluruh kebanggaan tercurah padamu dan kau tak harus membuktikan apapun kepada dunia. Semua yang terpancar dari liuk tangkai dan indah kelopakmu telah menunjukkan semua. Sebab yang telah memekarkan kekagumanku menjadi kasih tak terukur. Bahkan kau harus berkata apapun untuk bagiku bisa mencintai kamu. Dalam diammu pin, kau sudah teramat indah untuk diacuhkan.
Episode 14: “ Harapan V “
Bunga, seandainya aku bisa terbang mendekapmu pada saat matahari perkasa memanggang bumi –bukan pada saat bulan bersembunyi kecut dibalik awan gelap…
Aku sungguh menantikan saat sayapku cukup tangguh berselimut jirah bertahta mahkota. Dan pada saat itu aku terbang pada siang hari…
Semoga waktu tak selama penantian…
Cinta - Cinta
Cinta 1
Lidah - lidah ombak masih saja
setia
Mengecup bibir pantai
Walaupun karang - karang garang
menghadang
Cinta 2
Berbareng semarak aroma
melati bunga,
Disemburkannya meracun rindu
bisa cobra,
Cinta 3
Kalau dia sudah biasa
ditawar dengan lembar mawar
Lalu bagaimana ya wajah dunia...?
Lidah - lidah ombak masih saja
setia
Mengecup bibir pantai
Walaupun karang - karang garang
menghadang
Cinta 2
Berbareng semarak aroma
melati bunga,
Disemburkannya meracun rindu
bisa cobra,
Cinta 3
Kalau dia sudah biasa
ditawar dengan lembar mawar
Lalu bagaimana ya wajah dunia...?
Kamis, 27 September 2007
Syair Cinta
SYAIR CINTA I, II, III

Mencintaimu adalah mencintai kesepianku
Titik embun berkilau
Mencinta seperti air kepada biru samudra

SYAIR CINTA I
Mencintaimu adalah mencintai kesepianku
Dalam kesendirianku aku memilikimu
SYAIR CINTA II
Titik embun berkilau
Kepada jendela kaca
Pagi berpeluk dingin
Masih lelapkah engkau kekasihku
Ketika semalam aku mencumbuimu
Sebagai kerlip-kerlip bintang malam hari
SYAIR CINTA III
Mencinta seperti air kepada biru samudra
Mencinta seperti tanah kepada hijau pohon
Mencintalah seperti alam raya
Selapang udara yang kau hirup
Dan sebersih percik mata air
Rabu, 26 September 2007
Keinginan
Wahai dunia
Hentikan saja rayuanmu
Karena aku kini ingin yang lain
Untuk mencoba merayuku
Wahai angin
Berhentilan ‘tuk menggangguku
Karena kuingin
Hanya dia yang mengganggumu
Wahai bulan
Cukup sudah menyinariku
Karena ternyata
Sinarnya lebih hangat menyinariku
Dia… melihatku
Lupa akan duniaku, bulanku, anginku
Sungguh dia indah
Menjalankan semua inginku
Cinta bukanlah kelemah-lembuatan
Atau kemurah-hatian
Atau apa sajalah
Cinta adalah membagi, memahami, menjawab panggilan
Memberi kebebasan dan cinta adlah kehidupan
Andai kata-kata tidak tampak dan tidak didengar
Cahaya dan suara tidak punya arti apa-apa
Selain berupa kekaburan dan getaran di angkasa
Demikian bila cinta tak terasa dalam hati
Yang ada hanya debu yang tertiup dan terberai oleh angin
Hentikan saja rayuanmu
Karena aku kini ingin yang lain
Untuk mencoba merayuku
Wahai angin
Berhentilan ‘tuk menggangguku
Karena kuingin
Hanya dia yang mengganggumu
Wahai bulan
Cukup sudah menyinariku
Karena ternyata
Sinarnya lebih hangat menyinariku
Dia… melihatku
Lupa akan duniaku, bulanku, anginku
Sungguh dia indah
Menjalankan semua inginku
Cinta bukanlah kelemah-lembuatan
Atau kemurah-hatian
Atau apa sajalah
Cinta adalah membagi, memahami, menjawab panggilan
Memberi kebebasan dan cinta adlah kehidupan
Andai kata-kata tidak tampak dan tidak didengar
Cahaya dan suara tidak punya arti apa-apa
Selain berupa kekaburan dan getaran di angkasa
Demikian bila cinta tak terasa dalam hati
Yang ada hanya debu yang tertiup dan terberai oleh angin
Mencari Jawaban

Dikala matahari tengelam diufuk barat
Ombak ditengah pantai menerjang batu karang
Yang masih berdiri kokoh
Nyanyian burung dan desiran angin
Menambahnya senja yang berangsur kelam
Di saat gelap menggantikan terang
Aku masih berdiri mematung disana
Memandang dengan tatap kosong
Kuselalu bertanya, siapakaha kau sebenarnya
Cakrawala disenja sana
Hanya bisa diam, memandang diriku
Seperti ingin membantu
Kuingin mencari jawaban
Tapi pada siapakah aku harus bertanya
Terang kini telah berganti menjadi gelap itulah hatiku
Gelap
Dan terus gelap hingga ditelan waktu
Ombak ditengah pantai menerjang batu karang
Yang masih berdiri kokoh
Nyanyian burung dan desiran angin
Menambahnya senja yang berangsur kelam
Di saat gelap menggantikan terang
Aku masih berdiri mematung disana
Memandang dengan tatap kosong
Kuselalu bertanya, siapakaha kau sebenarnya
Cakrawala disenja sana
Hanya bisa diam, memandang diriku
Seperti ingin membantu
Kuingin mencari jawaban
Tapi pada siapakah aku harus bertanya
Terang kini telah berganti menjadi gelap itulah hatiku
Gelap
Dan terus gelap hingga ditelan waktu
Ampuni Aku
Aku terhempas
Dari musibah yang kualami
Apakah aku ini
Sizalim yang selalu bergelimang
Dengan dosa-dosaku
Aku bersujud padamu
Dan pasrahkan diri
Di kemaHamaanmu
Aku berlindung selalu
padaMu
Dalam dosa-dosa
Dan setiap salahku
Akankah sia-sia
Bila akhir waktu
Ajal menjemputku
Ya Rabbi
Ampuni aku
Dari musibah yang kualami
Apakah aku ini
Sizalim yang selalu bergelimang
Dengan dosa-dosaku
Aku bersujud padamu
Dan pasrahkan diri
Di kemaHamaanmu
Aku berlindung selalu
padaMu
Dalam dosa-dosa
Dan setiap salahku
Akankah sia-sia
Bila akhir waktu
Ajal menjemputku
Ya Rabbi
Ampuni aku
Asaku
Kukais-kaisdalam jiwaku
Mencari sebentuk asaku
Yang hampir mati tertindih bayanganmu
Aku mencari arti itu
Mengapa bisa mengoyakku
Mengapa bisa memperbudakku
Mungkin ini bisa membunuhku
Dan ini telah melumerkan keangkuhanku
Yang membeku
Aku mengerang disisimu
Dan mungkin hampir mati
Tapi, apa kau tahu?
Harapan yang pernah ada
Tak sempat kutelusuri
Kau rampas semua dari tangan
Mungilku dan kini
Akku masih mencari…
Mencari sebentuk asaku
Yang hampir mati tertindih bayanganmu
Aku mencari arti itu
Mengapa bisa mengoyakku
Mengapa bisa memperbudakku
Mungkin ini bisa membunuhku
Dan ini telah melumerkan keangkuhanku
Yang membeku
Aku mengerang disisimu
Dan mungkin hampir mati
Tapi, apa kau tahu?
Harapan yang pernah ada
Tak sempat kutelusuri
Kau rampas semua dari tangan
Mungilku dan kini
Akku masih mencari…
Suara Hati

Sebuah angan menjelma dalam hayalku
Menguat sebuah tabir kehidupan
Mengilhami sebuah kerisauan
Yang menjelma dari kebutaan
Lukisan dirimu bagai rembulan
Menyinari malam-malam indahku
Anggap dirimu malaikat penolongku
Namun mungkinkah kau pohon
Akan hati ini?
Mengertikah kamu harapku ini?
Merindukan adalah nafasku
Semua ada disini
Bila tawa tersungging di bibirmu
Semua ada disini
Bila kau berseru panggil namaku
Adakah kiranya kau tahu
Akan impianku ini?
Yang pasti aku hanya tahu
Bahwa hati ini kan selalu menyertaimu
Menjagamu, memelukmu, dan merindukanmu
Dan yakin kan dalam hatimu
Aku mencintaimu
Menguat sebuah tabir kehidupan
Mengilhami sebuah kerisauan
Yang menjelma dari kebutaan
Lukisan dirimu bagai rembulan
Menyinari malam-malam indahku
Anggap dirimu malaikat penolongku
Namun mungkinkah kau pohon
Akan hati ini?
Mengertikah kamu harapku ini?
Merindukan adalah nafasku
Semua ada disini
Bila tawa tersungging di bibirmu
Semua ada disini
Bila kau berseru panggil namaku
Adakah kiranya kau tahu
Akan impianku ini?
Yang pasti aku hanya tahu
Bahwa hati ini kan selalu menyertaimu
Menjagamu, memelukmu, dan merindukanmu
Dan yakin kan dalam hatimu
Aku mencintaimu
Jangan Pernah
Jangan sampai terucap
Kalau tidak bisa mengatakan
Jangan pernah melangkah
Kalau tidak ada tujuan
Jangan pernah berjanji
Jika tidak bisa menepati
Jangan pernah mencoba menyayangi
Jika tidak bisa mengasihi
Jangan pernah mencintai
Jika hanya untuk menyakiti
Dan jangan pernah berharap
Kau akan jadi sahabatku
Jika kau tidak pernah bisa
Memahami dan mengerti aku
Kalau tidak bisa mengatakan
Jangan pernah melangkah
Kalau tidak ada tujuan
Jangan pernah berjanji
Jika tidak bisa menepati
Jangan pernah mencoba menyayangi
Jika tidak bisa mengasihi
Jangan pernah mencintai
Jika hanya untuk menyakiti
Dan jangan pernah berharap
Kau akan jadi sahabatku
Jika kau tidak pernah bisa
Memahami dan mengerti aku
Suara Hati
Dikala aku termenung
Dalam tengah malam gelap mencekam
Suara cengkrik
Desiran angin
Menyentuh ketermenunganku
Kutatap langit yang gelap gulita
Seakan terjadi badai penghisap nyawa
Dan ku buka jendela dunia jiwaku
Yang penuh dengan musibah
Perang gempar memecah dunia
Manusia menjerit, seolah-olah akan mati
Ketakutan mulai menghisab nyawaku
Tapi aku ingin bertanya
Padamu ya Rabbi
Mengapa disetiap sudut dunia
Terlihat orang yang menangis tersedu
Menjerit bahkan nyawanya seakan hilang
Ya Rabbi Illahi
Kutatap nur-Mu ya Allah
Seakan bisa mengurung
Musibah yang mengejar
Bangsa yang masih muda ini
Aku tahu aku insane yang hina
Tapi aku mau mengucapkan kata taubat
Taubat… taubat… taubat nasyuha
Dalam tengah malam gelap mencekam
Suara cengkrik
Desiran angin
Menyentuh ketermenunganku
Kutatap langit yang gelap gulita
Seakan terjadi badai penghisap nyawa
Dan ku buka jendela dunia jiwaku
Yang penuh dengan musibah
Perang gempar memecah dunia
Manusia menjerit, seolah-olah akan mati
Ketakutan mulai menghisab nyawaku
Tapi aku ingin bertanya
Padamu ya Rabbi
Mengapa disetiap sudut dunia
Terlihat orang yang menangis tersedu
Menjerit bahkan nyawanya seakan hilang
Ya Rabbi Illahi
Kutatap nur-Mu ya Allah
Seakan bisa mengurung
Musibah yang mengejar
Bangsa yang masih muda ini
Aku tahu aku insane yang hina
Tapi aku mau mengucapkan kata taubat
Taubat… taubat… taubat nasyuha
Kau
Kau selalu mengganggguku
Kau selalu mengusik ketenanganku
Apa yang kau harapkan dariku?
Dikala ku sedang menikmati indahnya hidup
Kau datang merasuki jiwa dan batinku
Semua hancur karenamu
Segalanya serasa begitu semu
Kehadiranmu tak berarti bagiku
Hadirmu hanya timbulkan
Masalah…masalah…dan masalah
Bayanganmu yang sekilas membuatku gila
Ku meringgis, ku meronta dan ku menjerit
Tak kah kau rasakan itu?
Kau rasuki tubuhku yang lemah dan terkulai
Kau kuasai hati dan pikiranku
Kau buat aku menyushakan semua
Sungguh ku tak sanggup lagi menghadapimu
Kesurupan yang selalui menghantuiku
Kau selalu mengusik ketenanganku
Apa yang kau harapkan dariku?
Dikala ku sedang menikmati indahnya hidup
Kau datang merasuki jiwa dan batinku
Semua hancur karenamu
Segalanya serasa begitu semu
Kehadiranmu tak berarti bagiku
Hadirmu hanya timbulkan
Masalah…masalah…dan masalah
Bayanganmu yang sekilas membuatku gila
Ku meringgis, ku meronta dan ku menjerit
Tak kah kau rasakan itu?
Kau rasuki tubuhku yang lemah dan terkulai
Kau kuasai hati dan pikiranku
Kau buat aku menyushakan semua
Sungguh ku tak sanggup lagi menghadapimu
Kesurupan yang selalui menghantuiku
Tak Tahan
Sungguh aku tak tahan,
Mendengar jeritanmu
Ku tak tahan,
Melihat adeganmu
Ku tak tahan,
Menyaksikanmu
Ku tak tahan,
Melihat tangismu
Sungguh ku tak tahan semua itu
Kau datang dengan tiba-tiba
Kau masukketubuhnya, yang tak tau apa-apa
Kau buat tangisan mengerikan
Tapi kau tak tau semua itu
Tubuh itu sakit…terlalu sakit…ku tak tahan
Tuhan, ku tak tahan dengan semua ini
Begitu berat penyakit ini, terlalu berat ku terima
Penyakit roh bercampur raganya
Membuat semua tak tahan.
Mendengar jeritanmu
Ku tak tahan,
Melihat adeganmu
Ku tak tahan,
Menyaksikanmu
Ku tak tahan,
Melihat tangismu
Sungguh ku tak tahan semua itu
Kau datang dengan tiba-tiba
Kau masukketubuhnya, yang tak tau apa-apa
Kau buat tangisan mengerikan
Tapi kau tak tau semua itu
Tubuh itu sakit…terlalu sakit…ku tak tahan
Tuhan, ku tak tahan dengan semua ini
Begitu berat penyakit ini, terlalu berat ku terima
Penyakit roh bercampur raganya
Membuat semua tak tahan.
Siapa Aku

Jalan hidup yang terjal dan berliku
Ditaburi dengan kerikil-kerikil halus
Namun tajam menusuk jiwa yang kalbu
Gundah goyang dan gelisah dikebisuan malam
Pekatnya malam sunyi senyap
Dihiasi nyanyian hewan malam
Yang semakin mengiris dan menyayat hati
Titik demi titik air mata
Langit jatuh kebumi seakanm mengiringi tangisku
Butiran-butiran bening dari mataku
Mengalir perlahan dipipiku
Yang akhirnya menjadi mata air yang tak terbendung
Tuhan, seandainya bunuh diri itu tak dosa
Mungkin itu yang akan kulakkukan
Untuk mengakhiri semua ini
Disela isak tangisku
Hatiku bertanya siapa diriku sebenarnya
Aku tak mengenali siapa aku yang sekarang
Kehampaan merasuk dijiwaku
Dan kurasa ada sesuatu yang hilang
Dari diriku yang akhirnya kusadari
Yaitu diriku yang dulu
Khayalku pun melayang
Aku ingin kemasa laluku yang indah
Tanpa ada kepedihan
Tuhan…
Bantu aku menemukan diriku yang dulu
Karena aku tak mengenali siapa aku yang sekarang
Seandainya aku bisa bertemu Tuhan
Aku akan bertanya
Siapa aku?
Bayang
Bayang
Kau lihat sama pulang
Melangkah dan terbang
Namun terbuang
Kau lihat mereka yangh menganga bercerita sambil tertawa
Tertawakan kita
Dikala fajar manis bersegayut didada
Kita berlari disepanjang jalan raya
Berteriak entah lagu apa
Mengadu lelah namun entah pada siapa
Bayang
Mari
Pulang
Hari
Sudah
Petang
Tapi entah pulang kemana?
Keabadian Untuk Selamanya
Sayangku katakan mana lebih teringat
Kekasih yang luput atau kekasih yang dapat
Benarkah bertambah kenal
Maka bertambah sayang
Malah makin kenal asing senantiasa
Kuntum tanpa wangi
Sebab hujan terlambat datang
Siang sudah terungkap, magrib menyusul menang
Waktu datang menghisap yang dicinta
Akhir hanya kenangan seperti luka
Asmara bagaikan pulau
Ranjau semua hari yang tak diucap
Sekali ucapan kan diberi bingkai
Begitu besarnya cintaku padamu
Apakah kau menyadari
Kau pergi tanpa alasan
Kau lihat sama pulang
Melangkah dan terbang
Namun terbuang
Kau lihat mereka yangh menganga bercerita sambil tertawa
Tertawakan kita
Dikala fajar manis bersegayut didada
Kita berlari disepanjang jalan raya
Berteriak entah lagu apa
Mengadu lelah namun entah pada siapa

Bayang
Mari
Pulang
Hari
Sudah
Petang
Tapi entah pulang kemana?
Keabadian Untuk Selamanya
Sayangku katakan mana lebih teringat
Kekasih yang luput atau kekasih yang dapat
Benarkah bertambah kenal
Maka bertambah sayang
Malah makin kenal asing senantiasa
Kuntum tanpa wangi
Sebab hujan terlambat datang
Siang sudah terungkap, magrib menyusul menang
Waktu datang menghisap yang dicinta
Akhir hanya kenangan seperti luka
Asmara bagaikan pulau
Ranjau semua hari yang tak diucap
Sekali ucapan kan diberi bingkai
Begitu besarnya cintaku padamu
Apakah kau menyadari
Kau pergi tanpa alasan
Sunyi
Sunyi
Kuhadiahkan kau setumpuk sejarah yang patah
Hitunglah dan timbanglah
Lalu rangkailah kembali
Dan tahulah kau tentang airmata kami
Sunyi
Dari dinding-dinding yang berlobang itulah kami menyusu
Namun airnya tak lagi membasahi kerongkongan kami
Dahaga tetap dahaga
Manis tinggal hambar
Karena tubuh kering yang tak henti dirajam siang
Dari dinding-dinding yang berlobang itu kami sama menangis
Mengingat nasib yang teriris
Tapi cukup kau tahu, kami bukan mengemis
Kuhadiahkan kau setumpuk sejarah yang patah
Hitunglah dan timbanglah
Lalu rangkailah kembali
Dan tahulah kau tentang airmata kami
Sunyi
Dari dinding-dinding yang berlobang itulah kami menyusu
Namun airnya tak lagi membasahi kerongkongan kami
Dahaga tetap dahaga
Manis tinggal hambar
Karena tubuh kering yang tak henti dirajam siang
Dari dinding-dinding yang berlobang itu kami sama menangis
Mengingat nasib yang teriris
Tapi cukup kau tahu, kami bukan mengemis
Sajak ku Sajak Isak
Menangis, berurai air mataku sembah hatimu
Ku pilah siksa yang kau peram dibatinmu
Menyeruak debgkur nafasmu
Kecut nadimu
Lelah batinmu
Kau cambuk batinku
Mentari itu bukan buta
Langit itu bukan bisu
Tanah dan dedaunan itu
Meludah pipiku
Isak ini salahku bunda
Kemiskinan ini takdirku bunda
Sengketa ini aku bunda
Tapi batin kusuci akan cinta dan air susumu
Kita mungkin pernah berdosa
Tapi jangan maki gubuk ini
Jangan ratapi nestapa ini
Karena kita masih bersama
Dalam cinta yang putih
Untuk mandi bersama matahari
Akulah!
Akulah bagian dari sejarah kusam tentang dusun yang terpanggang
Dibelakangku jutaan tapak-tapak yang buta tulis baca
Melukis mimpi diteriknya aspal jalanan
Akulah dusun tua yang penuh kemiskinan
Menyaksikan sejarah yang dipanggang di tungku-tungku ibu
Menampung gerimis di bilik-bilik kayu
Mengaduk nasi dengan kerikil
Berkuah tangis kami mencicipi lapar
Akulah hutan-hutan yang ditebang itu
Digadaikan tuan pada bangsawan yang tak bernama
Ketika emak dirundung lena mengingat hutang yang membentang
Akulah sejarah itu
Pecah dihimpit sesak yang pembngunan
Berhektar-hektar tanah kami dirampas
Namun perut kami ditikam lapar
Akulah sibisu
Diam tak berlagu
Dibelakangku jutaan tapak-tapak yang buta tulis baca
Melukis mimpi diteriknya aspal jalanan
Akulah dusun tua yang penuh kemiskinan
Menyaksikan sejarah yang dipanggang di tungku-tungku ibu
Menampung gerimis di bilik-bilik kayu
Mengaduk nasi dengan kerikil
Berkuah tangis kami mencicipi lapar
Akulah hutan-hutan yang ditebang itu
Digadaikan tuan pada bangsawan yang tak bernama
Ketika emak dirundung lena mengingat hutang yang membentang
Akulah sejarah itu
Pecah dihimpit sesak yang pembngunan
Berhektar-hektar tanah kami dirampas
Namun perut kami ditikam lapar
Akulah sibisu
Diam tak berlagu
Bulan Sembab

“Wahai… debur ombak tanjung jati,
Dekaplah jasadku sebagai bukti cinta yang abadi”
Terisak ku pahat sumpah didadamu yang memeram ragu
Meski kini bukanlah masa lalu
Tapi kita adalah bagian dari sejarah yang patah itu
“Wahai… debur ombak Tanjung yang sakti
Bekukan darahku, peram dirahimmu
Biarkan jadi sejarah untuk anak cucu
Jadikan lambang kasihku yang layu”
Akukah itu?
Yang memahat sumpah diatas airmata yang putih
Berkawan perih yang dulu tercacak sakit di dada
Bulan sembab tak bermaya
Kita dibakar teriknya sengketa
Meski sudah kau hanyutkan titik hitam pada arus yang mengalir
Namun kenapa kau gantung manja pada setiap tawa kita
Dan jantung mu kau jahit renda-renda ragu
Pulanglah panglima!
Kala jari-jarimu masih ragu memegang senjata
Dan malam sunyimu masih lembab dengan huruf-huruf tanya
Zikirmu melengking membelah setia
Dekaplah jasadku sebagai bukti cinta yang abadi”
Terisak ku pahat sumpah didadamu yang memeram ragu
Meski kini bukanlah masa lalu
Tapi kita adalah bagian dari sejarah yang patah itu
“Wahai… debur ombak Tanjung yang sakti
Bekukan darahku, peram dirahimmu
Biarkan jadi sejarah untuk anak cucu
Jadikan lambang kasihku yang layu”
Akukah itu?
Yang memahat sumpah diatas airmata yang putih
Berkawan perih yang dulu tercacak sakit di dada
Bulan sembab tak bermaya
Kita dibakar teriknya sengketa
Meski sudah kau hanyutkan titik hitam pada arus yang mengalir
Namun kenapa kau gantung manja pada setiap tawa kita
Dan jantung mu kau jahit renda-renda ragu
Pulanglah panglima!
Kala jari-jarimu masih ragu memegang senjata
Dan malam sunyimu masih lembab dengan huruf-huruf tanya
Zikirmu melengking membelah setia
Langganan:
Postingan (Atom)